Pasutri Pedagang Pentol Naik Haji usai Nabung 27 Tahun

Pasutri Pedagang – Di tengah hiruk-pikuk kota dan kerasnya persaingan hidup, kisah pasangan suami istri pedagang pentol dari Jawa Timur ini meledak di media sosial. Bukan karena viral sensasi, tapi karena satu hal yang jauh lebih menggugah: mereka akhirnya berangkat haji setelah menabung selama 27 tahun! Ya, bukan pejabat, bukan pengusaha kaya raya, tapi pedagang kaki lima yang sabar, tekun, dan punya impian besar yang tak pernah padam.

Namanya Pak Sadi dan Bu Murni, sepasang pasutri sederhana yang setiap hari mendorong gerobak pentol keliling kampung sejak tahun 1997. Di balik gerobak kayu reyot, mereka menyimpan satu mimpi yang terus hidup—berangkat ke Tanah Suci. Bukan sekali dua kali mereka di hina karena profesi. “Pentol kok mimpi naik haji,” kata tetangga sinis. Tapi mereka balas dengan senyum. Karena mereka tahu slot bonus new member 100, Tuhan tak pernah tidur.

Menabung dari Receh, Bukan dari Warisan

Mereka bukan orang yang punya akses ke rekening jumbo atau emas batangan. Tabungan mereka berasal dari koin demi koin, lembar demi lembar ribuan, yang mereka sisihkan setiap hari dari hasil jualan pentol. Harga satu tusuk pentol hanya Rp1.000 hingga Rp2.000—tapi mereka punya semangat yang tak bisa di hitung dengan nominal.

Setiap malam, setelah selesai berjualan, Pak Sadi akan mencatat pendapatan harian. Sebagian di gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, sebagian lagi masuk ke celengan besar yang mereka sembunyikan di bawah tempat tidur. Itu bukan celengan biasa—itu adalah simbol harapan. Tidak ada liburan mewah, tidak ada ganti motor baru, tidak ada TV layar datar. Mereka lebih memilih menyimpan rupiah demi rupiah untuk satu perjalanan slot gacor hari ini.

Selama 27 tahun, berapa banyak godaan yang datang? Banyak. Dari tawaran kredit sepeda motor, hingga ajakan bisnis cepat kaya. Tapi mereka menolak. Karena mereka tahu, tidak ada jalan pintas menuju Baitullah kecuali dengan ketekunan dan kesabaran. Mereka menabung bukan karena kaya, tapi karena teguh hati.

Suka Duka di Jalanan, Doa yang Tak Pernah Putus

Panas, hujan, angin, debu kota—semuanya jadi teman setia. Pak Sadi biasa mendorong gerobak dari pagi sampai menjelang maghrib. Kadang hanya laku puluhan tusuk, kadang bisa ratusan. Tapi tak pernah mereka mengeluh. Setiap langkah, setiap tetes keringat mahjong ways 2, selalu di sertai doa: “Ya Allah, mudahkan kami ke rumah-Mu.”

Tak jarang pentol mereka di beli dengan hutang oleh anak-anak kecil yang tak punya uang. Dan mereka mengizinkan. “Rezeki nggak kemana,” kata Bu Murni. Bahkan ketika sempat jatuh sakit dan usaha hampir berhenti, mereka tetap tidak membongkar tabungan haji mereka. Itu yang paling sakral. Mereka rela makan seadanya, asal celengan itu tetap utuh.

Ada satu cerita mengharukan yang mencuat—saat tahun ke-20 menabung, tabungan mereka sempat hilang karena di bobol maling. Tapi mereka tidak menyerah. Mereka mulai dari nol lagi. Lima tahun berikutnya mereka tambah giat. “Allah sedang menguji, bukan menggagalkan,” begitu kata Pak Sadi saat di wawancara media lokal.

Berangkat Haji: Tangisan Bahagia di Embarkasi

Ketika akhirnya mereka di panggil untuk berangkat haji tahun ini, linangan air mata bukan bisa di bendung. Di embarkasi Surabaya, pasutri itu datang dengan pakaian sederhana, koper kecil, dan hati yang penuh syukur. Wartawan yang meliput pun ikut menangis saat melihat mereka sujud syukur sebelum masuk ke ruang kamboja slot.

Mereka tidak datang dengan rombongan travel eksklusif. Tidak membawa koper Samsonite atau baju-baju mahal. Tapi mereka datang dengan kemurnian hati dan amal usaha yang sungguh-sungguh. Dalam rombongan haji itu, merekalah bintang sejati. Bukan karena status sosial, tapi karena perjuangan hidup yang benar-benar dari nol.

Kini, orang-orang yang dulu meremehkan mereka justru terdiam. Banyak yang mengaku malu sendiri. Karena di balik gerobak pentol itu, ternyata ada semangat dan iman yang tak bisa di remehkan. Dan pelajaran besar bagi semua: bahwa naik haji bukan hanya milik orang slot thailand. Tapi milik siapa pun yang tekun berusaha dan tak lelah berharap.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *